Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Penggelapan
diartikan sebagai proses, cara dan perbuatan menggelapkan (penyelewengan) yang
menggunakan barang secara tidak sah.
Menurut R. Soesilo (1968.258), penggelapan adalah
kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam pasal 362. Bedanya ialah pada
pencurian barang yang dimiliki itu belum berada di tangan pencuri dan masih
harus “diambilnya” sedangkan pada penggelapan waktu dimilikinya barang itu
sudah ada di tangan si pembuat tidak dengan jalan kejahatan.
Menurut Lamintang, tindak pidana penggelapan adalah
penyalahgunaan hak atau penyalahgunaan kepercayaan oleh seorang yang mana
kepercayaan tersebut diperolehnya tanpa adanya unsur melawan hukum.[1][1]
Pengertian yuridis mengenai penggelapan diatur pada Bab
XXIV (buku II) KUHP, terdiri dari 5 pasal (372 s/d 376). Salah satunya yakni
Pasal 372 KUHP, merupakan tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok yang
rumusannya berbunyi: "Barang siapa dengan sengaja menguasai secara melawan
hukum sesuatu benda yang seharusnya atau sebagian merupakan kepunyaan orang
lain yang berada padanya bukan karena kejahatan, karena bersalah melakukan
penggelapan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau
dengan pidana denda setinggi-tingginya 900 (sembilan ratus) rupiah."[2][2]
Jadi, penggelapan dalam tindak pidana tersebut dapat
diartikan sebagai suatu perbuatan yang menyimpang/menyeleweng,
menyalahgunakan kepercayaan orang lain dan awal barang itu berada ditangan
bukan merupakan perbuatan yang melawan hukum, bukan dari hasil kejahatan.
0 komentar:
Posting Komentar